Daftar Blog Saya

Minggu, 26 Mei 2013

Tugas IBD 3

Perbedaan Budaya Lokal dan Budaya Asing

Perbedaan budaya memang unik buntuk dipelajari. Bangsa Indonesia memiliki beragam budaya yamng berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Betapa kayanya budaya Indonesia, dan orang Indonesia cenderung membangga-banggakan hal tersebut. Tapi eits, tunggu dulu! Sebegitu bagusnyakah Indonesia sampai-sampai merasa bangsa lain di bawahnya?
Memahami budaya itu tidak gampang. Ada proses mental di sana. Akulturasi, adaptasi, sampai shock-culture. Sebagai negeri persimpangan budaya, Indonesia selalu bersinggungan dengan hal-hal yang terkait dengan budaya. Orang Yogyakarta misalnya, masih harus memahami budaya orang Jawa Timur, meskipun mereka masih sama-sama suku Jawa yang mendiami pulau yang sama. Apalagi dengan orang dari wilayah Timur, misalnya, tentu perbedaannya makin kontras, meskipun  kenyataannya mereka masih sama-sama bagian dari Nusantara. Nah, bagaiman kalau pemahaman budaya itu terjadi di antara dua negara yang berbeda? Padahal kenyataannya, sesama Nusantara saja, kita masih sering salah paham. Apalagi yang dari luar negeri?

  • budaya basa basi
Budaya basa-basi di Indonesia, dianggap sopan dan halus. Sementara di barat? Misalkan saja kita berkunjung ke rumah seorang teman. Begitu kita masuk, dia berkata, ”Anggap saja rumah sendiri.” Dan kemudian ia juga berkata, ”Kalau lapar atau haus, silahkan ambil saja sendiri dari kulkas.” Tetapi dalam budaya Indonesia, melayani diri sendiri ketika kita masuk rumah orang itu sesuatu yang tidak sopan.  Tapi di barat memang demikian. Tak ada pelayanan. Sebenarnya anda sendiri yang harus sadar bahwa anda tidak ingin merepotkan tuan rumah bukan? Jadi layanilah dirimu sendiri, tetapi tentu saja masih dalam batas-batas tertentu. Mereka juga ingin agar kita mengatakan secara langsung apa yang kita rasakan atau pikirkan tanpa menutup-nutupinya. Misalnya ketika lapar, katakqan saja anda lapar dan butuh makan. Di Indonesia, sebaliknya, mengatakan sesuatu secara gamblang seperti ini dianggap tidak dewasa dan kurang sopan. Salah satu contoh kasus lagi, dalam sebuah undangan makan-makan di rumah kolega orang barat, sang tuan rumah mengatakan, “Apakah makanannya enak?” Lalu dengan alasan sopan santun, dan ingin menyenangkan hati tuan rumah, kita pun mengatakan,  “Ya, ya, sangat enak.” Padahal mungkin lidah dan perut Indonesia kita mengatakan sebaliknya. Dan karena senang, tuan rumah pun mengatakan, “Kalau begitu, silahkan tambah makanannya.kita pun menambah, dan alhasil perut kita jadi sakit dan mengeluh. Salah sendiri bukan?
  • Dikit-dikit minta maaf
Mengenai budaya minta maaf. Orang barat berpendapat bahwa orang Indonesia terlalu sering mengucapkan maaf. Misalnya pada saat berpamitan, ketika ia harus meninggalkan teman-teman lainnya karena ada keperluan lain, dsb, kita akan mengucapkan maaf, bukan? Ketika makan permen sendirian, tak bisqa membaginya ke teman sebelah karena permennya hanya tinggal satu, lagi-lagi kita meminta maaf. Ketika memotong pembicaraan lawan bicaranya, kita mengucapkan kata maaf lagi. Di barat hal ini tidak berlaku. Mereka justru beranggapan bahwa orang yang terlalu sering meminta maaf adalah orang yang selalu merasa dirinya bersalah dan bahkan dianggap memiliki kepercayaan diri yang buruk. Meminta maaflah pada saat anda merasa berada di pihak salah, agar tidak salah tempat.
Selain itu, orang Indonesia juga sangat penasaran dengan orang lain. Pada umumnya mereka ingin tahu berbagai hal tentang orang yang baru mereka kenal. Misalnya berasal dari mana, sudah menikah atau belum, agamanya apa, umurnya berapa, dsb. Di barat hal-hal tersebut sifatnya sangat privasi. Untuk yang terakhir, menanyakan umur, di antara pria msih lazim, tetapi tidak untuk wanita. Ada kecendrungan bahwa wanita suka menipu umur mereka. Mereka selalu ingin muda dan tidak ingin orang lain tahu bahwa mereka sudah tua. Wanita barat berumur 30 akan mengaku bahwa dia baru 25, yang 40 mengakunya 34,dst. Menanyakan umur seorang wanita di barat dirasakan kurang menghargai estetika wanita, dan mengurangi rasa kepercayaan diri mereka.
  • Memberi tahu sebelum mengadakan kunjungan
Sebelum kita mengadakan kunjungan ke rumah kolega atau siapapun, sebaiknya memberi tahu si tuan rumah terlebih dahulu (misalnya via telepon), lalu membuat janji, baru kita datangi. Sehingga kita datang ke rumahnya pada waktu dan situasi yang tepat karena ia sudah siap. Ketika kita melakukan kunjungan spontan (tanpa pemberitahuan sebelumnya), tentu saja dia akan kaget dan mungkin keberatan. Mungkin saja dia akan mengatakan, “Maaf tapi saya belum bisa menerima kunjunganmu saat ini kerena saya sedang ada janji dengan orang lain.” Budaya ini tidak ada di Tanah Air, karena slogan "Time is Money" di sini hanya berlaku bagi sebagian kecil orang kelas atas.
  • Tertawa tidak pada tempatnya
Di Indonesia humor adalah sesuatu yang sangat penting. Orang Indonesia cenderung lebih menyukai tokoh-tokoh yang humoris dan suka melawak, contohnya Sule, dll. Kita rata-rata terbiasa dengan tawa yang keras dan berkepanjangan. Terkadang kita menertawakan sesuatu yang bahkan tidak lucu.  Selera humor orang barat memang tinggi, tetapi teratawa sepantasnya saja, dan juga jangan lupa tempat dan sikon.

Selasa, 07 Mei 2013

artikel IBD 2

Artikel

Pada malam itu, Sue bertengkar dengan ibunya. Karena sue dilarang berpacaran dengan seorang pria yang perokok dan peminum, Sue segera pergi meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun.

Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah Rumah Makan, dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan sepiring nasi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik Rumah Makan melihat Sue berdiri cukup lama di depan etalasenya, lalu bertanya, “Nona, apakah kau ingin sepiring nasi?” “Tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Sue dengan malu-malu.

“Tidak apa-apa, aku akan memberimu sepiring nasi,” jawab pemilik Rumah Makan. “Silahkan duduk, aku akan menghidangkannya untukmu.”

Tidak lama kemudian, pemilik Rumah Makan itu mengantarkan sepiring nasi dengan lauk pauknya. Sue segera makan dengan nikmatnya dan kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa Nona?” tanya pemilik Rumah Makan.

“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Sue sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberiku sepiring nasi! Tapi,…. Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Bapak seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada si pemilik Rumah Makan.

Pemilik Rumah Makan itu setelah mendengar perkataan Sue, menarik napas panjang, dan berkata, “Nona, mengapa kau berpikir seperti itu?. Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu sepiring nasi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak makanan untukmu saat kau masih kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”

Sue terhenyak mendengar hal tersebut.

“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru kukenal aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang telah memasak makanan untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihakan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”

Sue menghabiskan nasinya dengan cepat. Lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya.

Sambil berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkannya kepada ibunya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengatakan, “Ibu,maafkan aku, aku tahu bahwa aku bersalah.”

Begitu sampai di depan pintu, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas, karena telah mencarinya ke semua tempat. Ketika ibunya melihat Sue, kalimat pertama yang keluar dari mulut ibunya, “Sue, cepat masuk, ibu telah menyiapkan makan malam untukmu dan makanan itu akan menjadi dingin jika kau tidak segera mamakannya.”

Sue sangat terharu melihat kasih ibunya yang begitu besar kepadanya, ia tidak dapat menahan air matanya dan ia menangis di hadapan ibunya.

Komentar dari saya :
      Sekali waktu, mungkin kita akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikannya kepada kita. Tetapi, kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, pernahkah kita berpikir untuk berterima kasih kepada mereka yang telah merawat, membesarkan, mendidik dan melimpahkan kasih sayangnya kepada kita???, maka kita harus belajar dari konflik tersebut.

Solusinya dari saya :
      Memang benar jika kita dilarang melakukan sesuatu yang kita sukai itu menjengkelkan, tetapi kita hanya melihat sisi senangnya tidak melihat dampak buruknya. Yang tahu itu hanyalah orang lain terutama orang tuaa kita. Jadi kita harus terima jika kita ditegur untuk lebih baik. Jangan suka ngambek ataupun marah. Karna orang tua khawatir terhadap kita.